UN 2012

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun 2011 secara umum bisa dikatakan berhasil dengan baik (sukses). Salah satu bukti keberhasilan UN 2011 adalah persentase kelulusan pada satuan pendidikan SMA/MA/SMK tahun ini mengalami kenaikan lebih dari sembilan persen. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), 1.461.941 peserta ujian nasional (UN) SMA/sederajat tahun ajaran 2010/2011, 1.450.498 atau sama dengan 99.22 persen siswa lulus, sementara 11.443 atau sama dengan 0.78 persen siswa lainnya tidak lulus.

Tahun lalu, dari 1.522.195 peserta UN, sebanyak 1.368.938 atau sama dengan 89.93 persen siswa lulus, dan 153.257 atau sama dengan 10.07 persen lainnya tidak lulus. Berikut kami berikan ringkasan 10 daerah dengan rata-rata nilai akhir, nilai UN dan nilai sekolah terbaik.

Data Kemdiknas memaparkan, 10 daerah dengan persentase nilai akhir terbaik tahun ini adalah Bali (8.40), Sumatera Utara (8.17), Bengkulu (8.08), Jawa Barat (8.08), Jawa Timur (8.05), Sumatera Selatan (7.96), Sulawesi Utara (7.94), Lampung (7.91), Riau (7.90), Jawa Tengah (7.89), Sulawesi Selatan (7.84).

Sementara itu, 10 daerah dengan rata-rata nilai UN terbaik adalah Bali (8.31), Bengkulu (8.07), Sumatera Utara (8.05), Jawa Barat (8.03), Jawa Timur (7.86), Sumatera Selatan (7.80), Sulawesi Utara (7.66), Lampung (7.67), Riau (7.91), Jawa Tengah (7.70), Maluku (7.69). Sedangkan 10 daerah dengan rata-rata nilai sekolah terbaik adalah Bali (8.51), Bengkulu (8.35), DI Yogyakarta ( 8.35), Sulawesi Utara ( 8.340, Jawa Timur (8.32), Lampung (8.25), Sumatera Selatan (8.25), Sumatera Selatan (8.19), Jawa Tengah (8.16), Sumut (8.16), Jawa Barat (8.13).


Itulah gambaran umum Ujian Nasional 2011, nah bagaimana tentang rencana pelaksanaan Ujian Nasional 2012? Apakah ada perubahan-perubahan kebijakan seperti diperdebatkan banyak pihak atau bagaimana?

Meski menjadi polemik banyak pihak, ternyata kebijakan mengenai ujian nasional (UN) tahun 2012 tidak akan berubah. Kepala Balitbang Kemdiknas, Khairil Anwar menyatakan, kebijakan UN tidak akan berubah dan belum ada arahan dari Mendiknas untuk melakukan perubahan kebijakan UN.

"Kebijakan UN sebagai penentu kelulusan tidak akan berubah dengan porsi 60:40, namun secara teknis akan terus disempurnakan dan juga akan kita kaji mengenai tingkat kesulitan soal, distribusi dan pengamanannya," kata Khairil, di Jakarta, Jumat (23/9/2011).

Tetapi, guna menjamin kualitas UN agar mengalami peningkatan kualitas setiap tahunnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional (Balitbang Kemdiknas) bekerjasama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menggelar lokakarya nasional dengan tema "Manajemen Penyelenggaraan Ujian Nasional 2012: Peningkatan Kualitas, Akseptabilitas, dan Kredibilitas Ujian Nasional.

Lokakarya nasional ini digelar di Bogor selama tiga hari, 23-25 September 2011, dan dihadiri oleh seluruh pihak terkait, seperti seluruh Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia, perwakilan guru, komite sekolah, dewan pendidikan dan lain sebagainya.

Lokakarya ini merupakan forum diskusi perumusan untuk UN yang lebih baik. Karena UN ini sendiri mendapat dukungan beragam pihak.

Dalam lokakarya ini, secara khusus akan dibicarakan mengenai evaluasi UN sebelumnya, memperbaiki organisasi, manajemen, dan mekanisme penyelenggaraan UN tahun 2012.

Kami berharap pelaksanaan UN 2012 akan lebih baik lagi. Kami sepakat dengan pernyataan sementara pengamat pendidikan agar pelaksanaan UN 2012 tetap dijadikan alat pemetaan mutu dan evaluasi hasil belajar siswa. Apabila masih ikut menentukan kelulusan siswa, sebaiknya bobot UN diperkecil menjadi maksimal 20 persen. Sisanya ditentukan evaluasi belajar oleh dewan guru sekolah masing-masing, terutama yang terakreditasi.

Tentu saja penilaiannya secara komprehensif, multi-ranah, dan multi-cerdas. Ini agar kompetensi belajar siswa dan kelulusannya tidak hanya ditentukan dari nilai UN saja.

Jika bobot UN masih di atas 50 persen, kita mengkhawatirkan hasil UN 2012 bahkan tidak bisa digunakan sebagai peta mutu untuk menilai kualitas pendidikan nasional. Hal itu karena pelaksanaan UN dinilainya penuh kecurangan sistemik. Karena proses pembelajaran dengan model tersebut mengabaikan karakter siswa.

0 komentar:

Posting Komentar



Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.