DEMOKRASI PENDIDIKAN (1)


 A.    Pengertian dan Perlunya Demokrasi Pendidikan
Di negara-negara yang demokratik, diharapkan sistem pendidikannya pun harus demokratik. Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratik di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun vertikal.[1]
Yang mana maksud demokrasi  secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Di Indonesia hal ini jelas sekali tercermin pada UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Sementara itu, yang dimaksud dengan demokrasi secara vertikal adalah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai: “Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara”.[2]
Demokrasi disamping merupakan pelaksanaan dan prinsip kesamaan sosial dan tidak adanya perbedaan yang mencolok, juga menjadi suatu cara hidup, suatu way of life yang menekankan nilai individu dan intelegensi serta manusia percaya bahwa dalam berbuat bersama manusia menunjukkan adanya hubungan social yang mencerminkan adanya saling menghormati, kerja sama, toleransi, dan fair play.
Sedangkan pendidikan banyak mempunyai makna, pada hakekatnya pendidikan adalah suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia dan dilakssanakan didalam maupun diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.[3]  Sedangkan dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.
Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya). Contoh dikalangan Tamansiswa dianut sikap Tutwuri Handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.[4]
Dengan demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama didalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga dengan pengelola pendidikan.
Proses demokrasi pendidikan lazimnya akan berlangsung antara pendidik dengan anak didik dalam pergaulan, baik secara perorangan,maupun secara kolektif. Yang demikian tidak hanya berlangsung dalam bentuk tatap muka, tetapi lebih jauh dapat terjadi dengan penggunaan media cetak maupun elektronik. Namun, tidak semua pergaulan tersebut berintikan demokrasi pendidikan, kecuali ada maksud dari pendidik agar anak didik terpengaruh sehingga anak didik mampu mengembangkan diri untuk mencapai kedewasaan dan mampu mengubah tingkah lakunya untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat serta tergalinya potensi-potensi yang dipunyai oleh anak didik.
Oleh karena itulah, demokrasi pendidikan dalam pengertian yang lebih luas, patut selalu dianalisis sehingga memberikan manfaat dalam praktik kehidupan dan pendidikan yang paling tidak mengandung hal-hal sebagai berikut:[5]



  1. Rasa hormat terhadap Harkat Sesama Manusia
Dalam hal ini demokrasi dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agam dan bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya, baik hubungan antara sesama peserta didik atau hubungan antara peserta didik dengan gurunya yang saling menghargai dan saling menghormati.

  1. Setiap Manusia Memiliki Perubahan ke Arah Pikiran yang Sehat
Acuan prinsip inilah yang melahirkan adanya pandagan bahwa manusia itu haruslah dididik. Dengan pendidikanlah manusia akan berubah dan berkembang kearah yang lebih sehat dan baik serta sempurna.
Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak atau peserta didik untuk berpikir dan memecahkan persoalan-persoalannya sendiri secara teratur, sistematis, dan komprehensif serta kritis sehingga anak memiliki wawasan, kemampuan dan kesempatan yang luas. Tentunya dalam proses seperti ini diperlukan sikap yang demokratis dan tidak terjadi pemaksaan pandangan terhadap orang lain. Dari sinilah akan lahir warga negara yang demokratis.

  1. Rela Berbakti untuk Kepentingan dan Kesejahteraan Bersama
Kesejahteraan dan kebagiaan hanya tercapai apabila setiap warga negara atau anggota masyarakat dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memajukan kepentingan bersama. Kebersamaan dan kerja sama inilah yang merupakan pilar penyangga demokrasi. Hal ini dapat dilakukan dengan selalu menggunakan dialog dan musyawarah sebagai pendekatan sosial dalam setiap pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan kebahagiaan yang dimaksud.
Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga negara diperlukan hal-hal berikut ini:
  • Pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan, kemasyarakatan, ketatanegaraan, soal-soal pemerintahan yang penting.
  • Suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya, dengan mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat daripada kepentingan sendiri atau kepentingan sekelompok kecil manusia.
  • Suatu keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dan pemerintah.[6]
Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam upaya realisasi salah satu dari prinsip-prinsip demokrasi, pendidikan kewarganegaraan, dan ketatanegaraan menjadi sedemikian penting untuk diberikan kepada setiap warga negara.

B.     Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Pendidikan
Ada beberapa masalah yang senantiasa terkait didalam setiap pelaksanaan pendidikan antara lain:
  1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
  2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
  3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.[7]
Dari kenyataan tersebut dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat tempat mereka berada. Dalam realitasnya pengembangan demokrasi pendidikan tersebut akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat. Umpamanya, masyarakat agraris akan berbeda dengan masyarakat metropolitan, modern, dan sebagainya.
Apabila yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa butir penting yang harus diketahui dan diperhatikan, di antaranya:
  • Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem politik yang ada.
  • Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik.
  • Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.[8]
Dapat dipahami bahwa bagi bangsa Indonesia upaya pengembangan demokrasi mempunyai sifat dan karekteristik sendiri yang berbeda dengan yang dilaksanakan oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya yang telah berakar dan kepribadian bangsa. Hal tersebut tampak pada sifat-sifat kekeluargaan yang terus dipupuk dan dijaga, serta adanya aspek keseimbangan antara aspek kebebasan dengan tanggung jawab.
Dibidang pendidikan, cita-cita demokrasi yang akan dikembangkan dengan tidak menanggalkan ciri-ciri dan sifat kondisi masyarakat yang ada, melalui proses vertikal dan horizontal komunikatif, perlu dirumuskan terlebih dahulu terutama yang berhubungan dengan nilai demokrasi. Dengan demikian, nantinya akan tampak bahwa demokrasi pendidikan Pancasila berbeda dengan demokrasi pendidikan pada bangsa lain.[9] 
Dengan begitu akan dapat diketahui perbedaannya dengan rumusan aspek-aspek lain, seperti demokrasi ekonomi, politik, dan mungkin dalam bidang kebudayaan yang berkaitan erat dengan kondisi yang menyertainya.
Apabila pengembangan demorasi pendidikan yang akan dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, berarti itu akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
  • Menjunjung harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.
  • Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur.
  • Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan  pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan  pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya kearah pengembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain.[10] 
 C.    Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Demokrasi pendidikan merupakan proses memberikan jaminan dan kepastian adanya persamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di dalam masyarakat tertentu.[11]
Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya telah dikembangkan sedemikian rupa dengan menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikannya, terutama setelah diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan tersebut telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti berikut ini:
  1. Pasal 31 UUD 1945;
  1. Ayat (1): tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran
  2. Ayat (2): pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Dengan demikian, dinegara Indonesia semua warga Negara diberikan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan yang penyelenggaraan pendidikannya diatur oleh satu undang-undang system pendidikan nasioanal, dalam hal ini tentu saja UU Nomor 2 tahun 1989.

  1. UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut UU ini, demokrasi pendidikan cukup banyak dibicarakan, terutama yang berkaitan dengan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dapat terlihat dalam pasal-pasal berikut:
  1. Pasal 5 yaitu Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
  2. Pasal 6 yaitu Setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dan tamatan pendidikan dasar.
  3. Pasal 7 yaitu Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarkan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
  4. Pasal 8 yaitu
Ø  Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
Ø  Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Ø  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 3. GBHN di Sektor Pendidikan
Dalam beberapa kali GBHN ditetapkan sebagai ketetapan MPR hasil Sidang Umum MPR, senantiasa memuat masalah-masalah pendidikan. Untuk mengetahui sekadar gambaran pembahasan pendidikan di dalam GBHN tersebut seperti berikut ini[12]:
Ø  Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
Ø  Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
Ø  Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, perlu segera disempurnakan sistem pendidikan nasional yang berpedoman pada undang-undang mengenai pendidikan nasional
Ø  Pendidikan, baik disekolah maupun diluar sekolah, perlu disesuaikan dengan perkembangan tuntutan pembangunan yang memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian disegala bidang serat ditingkatkan mutunya sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ø  Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu semakin diperluas, ditingkatkan, dan dimantapkan usaha-usaha penghayatan dan pengalaman nilai-nilai Pancasila sehingga semakin membudaya diseluruh lapisan masyarakat.
Ø  Pendidikan dan kewarganegaraan dan unsure-unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa dan semanngat dan nilai-nilai kejuangan khususnya nilai-niali 1945 kepada generasi muda
Ø  Memperhatikan kesempatan belajar dan kesempatan meningkatkan keterampilan bagi anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, menyandang cacat ataupun bertempat tinggal didaerah terpencil.
Ø  Pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa nasioanl perlu terus ditingkatkan dan diperluas sehingga mencakup semua lembaga pendidikan dan menjangkau masyarakat luas.


[1] St. Vembrianto. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan “Paramita”, 1981, hlm 8.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, hlm. 195.
[3] Usiono. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama. 2009, hlm 80.
[4] Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982, hlm. 69.
[5] Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 245.
[6] Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung:  Remaja Rosda Karya, 1994, hlm.44.
[7] M. Djumberansyah Indar. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama, 1994, hlm. 118.
[8] Ibid, hlm.119.
[9]Hasbullah. Op-cit. hlm. 249.
[10] Ibid, hlm. 249.
[11] Zainuddin. Dalam Fakta; Jurnal Pendidikan Islam. Lampung: IAIN Raden Intan Lampung, Edisi 8, November 1994, hlm. 25.
[12] Hasbullah. Op-cit. hlm, 252.

0 komentar:

Posting Komentar



Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.