Pendidikan Sebagai Basis Kebudayaan


          Kebudayaan Indonesia merupakan landasan yang kuat bagi Sistem Pendidikan Nasional.[1]Tetapi hal mendasar yang perlu dicermati adalah “sistem pendidikan kita bukan merupakan tempat di mana kebudayaan dapat berkembang dan di mana pendidikan tersebut merupakan bagian dari kebudayaan secara menyeluruh”. Kenapa demikian, karena “pendidikan kita dewasa ini telah tercabik dari keberadaannya sebagai bagian yang terintegrasi dengan kebudayaannya.
Gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut, yaitu :
1. Kebudayaan telah dibatasi pada hal-hal yang berkenaan dengan kesenian, tarian tradisional, kepurbakalaan termasuk urusan candi-candi dan bangunan-bangunan kuno, makam-makam dan sastra tradisional.
2.      Nilai-nilai kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual belaka.
3.    Hal lain, nilai-nilai agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih merupakan urusan lembaga-lembaga agama”.[2]
Untuk menjawab gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan di atas, perlu mencermati tujuh unsur universal dari kebudayaan yang dirumuskan Koentjaraningrat, sebagai berikut : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, keseniaan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.[3]Oleh sebab itu, memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan mengeliminasi perkembangan kebudayaan dan mengaburkan substansi proses pendidikan sebagai proses pembudayaan.
Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa “kebudayaan tidak dapat dipisahkan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Rumusan ini menjangkau jauh ke depan, sebab dikatakan bukan hanya pendidikan itu dialaskan kepada suatu aspek kebudayaan yaitu aspek intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan.
 Kebudayaan yang menjadi alas pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan.  demikian kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat kebangsaan Indonesia. Sedangkan pendidikan mempunyai arah untuk mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh aspek kehidupan manusia dan arah tujuan pendidikan untuk mengangkat derajat dan harkat manusia”.[4]
Pendidikan suatu upaya untuk melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan yang dipengaruhi oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis,[5]kepercayaan, pengetahuan, seni, akhlak dan moral, hukum dan adat istiadat.
Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai-nilai budaya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan merupakan produk budaya dan sebaliknya budaya merupakan produk pendidikan. Brameld, menegaskan bahwa "proses kunci memperoleh kebudayaan adalah belajar dan kemudian meneruskan serta mengubah apa yang dipelajari itu".[6]
Dalam proses pembelajaran dan pendidikan, apabila kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang diwariskan atau dipelajari, kemudian meneruskan apa yang dipelajari serta mengubahnya menjadi sesuatu yang baru, dengan sendirinya upaya tersebut mengandung makna pendidikan dan pendidikan sendiri lazim diartikan sebagai seperangkat proses.
Apabila demikian, maka tugas pendidikan di masyarakat mencakup empat hal, yaitu : meneruskan kebudayaan, membantu individu memilih peranan sosial dan mengajari untuk melakukan peran itu, mengintegrasi aneka ragam identitas individu dan subkultural ke dalam lingkup kebudayaan yang lebih umum, menjadi sumber inovasi sosial dan kebudayaan.[7]
Empat tugas pendidikan di atas, mencerminkan kaitan serta jalinan hubungan fungsional antara pendidikan dan kebudayaan yang mengandung dua arah pokok, yaitu : Pertama, arah yang bersifat reflektif, pendidikan menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berlangsung. Kedua, arah yang bersifat progresif, pendidikan berusaha memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kamajuan. Kedua arah ini, sejalan dengan tugas dan fungsi pendidikan adalah meneruskan atau mentransmisikan kebudayaan serta mengubah dan mengembangkan kebudayaan tersebut untuk mencapai kemajuan kehidupan manusia.
Apabila mencermati hakikat kebudayaan dan pendidikan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan inti dari setiap kebudayaan adalah "manusia". Dengan kata lain kebudayaan adalah khas insani, manusia yang berbudaya dan membudaya. Demikian pula hakikat pendidikan, inti dari pendidikan adalah "manusia", yaitu manusia berpendidikan dan pendidikan untuk manusia.
Usaha untuk mencari hakikat kebudayaan dan pendidikan juga tidak terlepas dari hekekat manusia itu sendiri. Barangkali di sinilah terletak afinitas antara pendidikan dan kebudayaan. Kedua-duanya merupakan khas insani,[8] oleh sebab itu pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu masa lain, sebagai titik total analisis mengenai kebudayaan yang dapat digunakan untuk mengerti hakikat pendidikan.[9]
Dengan demikian, antara pendidikan dan kebudayaan terdapat jalinan hubungan fungsional yang sangat kuat, karena pendidikan meneruskan kebudayaan, memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan dan produk pendidikan itu sendiri menggambarkan arus perkembangan kebudayaan umat manusia


[1] H.A.R, Tilaar, 2004, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta, hlm. 184.
[2]H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, … Loc.cit, hlm. 67.
[3] Ibid, hlm. 68.
[4] H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, … Loc.cit, hlm. 68.
[5] Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986, Crisis Muslim Education (Krisis Pendidikan Islam), terj., Rahmani Astuti, Bandung: Risalah. hlm. 2
[6] Abdullah Fadjar, 1991,Peradaban dan Pendidikan Islam,Cet.Pertama,Rajawali Pers,Jakarta,hlm. 2.
[7] Ibid, hlm. 2.
[8] A.R. Tilaar, 1999, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasinoal, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 37-38.
[9] Darmanto J.T dan Sudharsono PH., Mencari Jonsep Manusia Indonesia, 1986

0 komentar:

Posting Komentar



Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.