Cara Mendidik Anak yang terbaik

Mendidik anak dengan cara yang terbaik

Sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang tua untuk mendidik anak dan memberikan mereka yang terbaik. Untuk itu orang tua memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan kepada anak. Bukan mutlak menjadii tanggung jawab di sekolah saja, namun penciptaan lingkungan yang kondusif juga perlu diperhatikan untuk memancing potensi, kecerdasan dan rasa percaya diri serta tanggung jawab saat anak sedang dalam proses bertumbuh kembang. Orang tua yang telah memiliki anak yang sudah dewasa pun, kadang-kadang tetap “belum” mengerti cara mendidik yang baik. Mereka tetap saja heran apabila melihat sang anak melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan orangtua, terlebih lagi apabila sang anak melakukan hal yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan sehari-hari.

Menurut penelitian dari psikolog anak, disimpulkan bahwa lebih dari 90% permasalahan anak disebabkan oleh kesalahan atau ketidaktahuan orangtua tentang cara komunikasi dan penyampaian nilai yang baik terhadap sang anak. Bagi kebanyakan orang tua, sadar maupun tidak sadar, seringkali memperlakukan anak sebagai "robot" yang bisa diperintah dan harus menjalankan setiap perintah yang diberikan kepadanya. Mereka melupakan bahwa seorang anak juga merupakan suatu individu dalam bentuk lebih kecil yang memiliki, perasaan, keinginan, dan tindakan. Seorang anak membutuhkan perhatian dan kesabaran orang tua dalam menghadapinya. Beberapa peneliti mencatat tentang keterlibatan orang tua dalam mendidik anak dan sangat berpengaruh positif pada :

• Membantu menumbuhkan rasa percaya diri dan penghargaan pada diri sendiri
• Meningkatkan pencapaian prestasi akademik
• Meningkatkan hubungan antar orang tua – anak
• Membantu orang tua bersikap positif terhadap perilaku anak
• Menjadikan orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik tentang proses pembelajaran pada anak

Tugas utama seorang pendidik ( bias orang tua, guru atau siapapun ) adalah membangun jiwa mereka agar siap menerima berbagai pelajaran dan pembelajaran dan kelak dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk kebaikan bersama. Hal tersebut tidak bisa didapatkan dalam waktu yang pendek, namun memerlukan sebuah proses yang panjang. Keberhasilan dalam pembelajarannyapun juga amat bervariatif. Hasilnya tidaklah sama antara anak yang satu dengan yang lainnya. Penyebab perbedaan tersebut adalah latar belakang keluarga masing masing yang tentunya mempunyai ”aturan” yang berlaku. Anak tentunya akan mengikuti peraturanperaturan yang dibuat oleh orang tuanya dan itu sudah menjadi hal yang tidak bias dihindari. Dengan kata lain, anak akan mengikuti apapun yang menjadi “keputusan” orang tuanya. Oleh sebab itu, disinilah yang dimaksudkan dengan pentingnya peran orang tua secara mutlak.

Perlu diketahui bahwa tak ada anak yang bodoh di dunia ini. Anak mempunyai kecerdasan yang luar biasa dan bakat yang berbeda-beda. Tugas kita sebagai orang tua hanyalah memfasilitasi mereka sesuai
perkembangan yang mereka butuhkan. Ada berbagai kajian tentang hakikat anak, antara lain:

1. Anak bersifat unik
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relative spontan
3. Anak bersifat aktif dan energik
4. Anak bersifat egosentris
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi dan masih mudah frustasi
8. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak
9. Anak memiliki daya perhatian yang pendek
10.Masa anak merupakan masa pembelajaran yang paling potensial
11. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman Anak memikili karateristik pembelajaran yang berbeda dengan orang dewasa.

Pada masa anak-anak, pembelajaran dapat dilakukan anak lewat cara bermain, membangun pengetahuannya secara alamiah dan berpotensi paling baik bila apa yang dipelajarinya selalu mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik dan fungsional. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang bisa dilakukan orang tua untuk mencapai harapan tersebut ? karena harapan tanpa adanya upaya yang sungguhsungguh adalah sia-sia dan hanyalah sebatas harapan kosong semata. Betapapun anak mendapat pengetahuan agama yang baik di sekolah, TPA, ataupun yang lain, tidak akan besar pengaruhnya bila dibandingkan dengan memperolehnya secara langsung lingkungan dalam keluarganya. Falsafah jawa mengatakan “iso amargo kulino” (bias karena terbiasa) adalah ungkapan yang sangat tepat dalam pembelajaran buat anak. Demikian juga dalam proses pembentukan karakter (self konsep) pada anak. Keteladanan terbukti dalam penanaman nilainilai pada anak.

0 komentar:

Posting Komentar



Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.